Susunan acara turun tanah tidak boleh dipandang sebagai seremonial tanpa arti. Ia adalah warisan kultural dan spiritual yang sarat makna.
Dalam masyarakat Indonesia, khususnya di lingkungan Jawa, Melayu, dan beberapa daerah lain, ada sebuah tradisi istimewa yang dikenal dengan istilah turun tanah.
Upacara ini bukan hanya sekadar seremoni biasa, melainkan peristiwa penuh makna yang menunjukkan penghargaan terhadap kehidupan dan hubungan manusia dengan alam semesta.
Turun tanah menandai pertama kalinya seorang bayi menapakkan kakinya ke bumi setelah lahir ke dunia, sebuah simbol bahwa ia mulai berhubungan langsung dengan tanah tempat manusia hidup dan kembali.
Mengulas susunan acara turun tanah, berarti kita sedang membicarakan perpaduan antara adat, spiritualitas, dan nilai sosial yang diwariskan turun-temurun.
Upacara ini tetap bertahan hingga sekarang karena fungsinya tidak hanya sekadar ritual, tetapi juga menjadi momen kebersamaan keluarga dan komunitas.
Makna Filosofis Turun Tanah

Turun tanah memiliki makna filosofis yang mendalam. Pertama, ia melambangkan perkenalan bayi dengan tanah sebagai sumber kehidupan.
Manusia berasal dari tanah dan pada akhirnya akan kembali menjadi tanah. Dengan demikian, tanah diibaratkan sebagai ibu kedua yang harus dihormati.
Kedua, tradisi ini menjadi simbol doa orang tua dan keluarga besar agar anak yang baru lahir mendapatkan perjalanan hidup yang baik, kuat, dan seimbang.
Kehidupan di dunia tidak akan lepas dari tantangan; melalui ritual ini diharapkan anak dapat tumbuh dengan pijakan yang kokoh.
Ketiga, turun tanah memperlihatkan upaya masyarakat dalam menjaga hubungan anak dengan lingkungannya, baik secara sosial maupun spiritual.
Bayi diperkenalkan kepada keluarga besar, tetangga, dan masyarakat sebagai wujud rasa syukur serta dukungan bersama untuk pertumbuhan sang anak.
Susunan Acara Turun Tanah
Meski terdapat variasi di setiap daerah, secara umum susunan acara turun tanah dilaksanakan dengan alur berikut:
1. Persiapan Tempat dan Perlengkapan
Keluarga menyiapkan halaman rumah atau ruangan khusus yang diberi alas tanah atau hamparan pasir. Di sekelilingnya biasanya diletakkan bunga, beras kuning, uang logam, hingga makanan tradisional.
2. Pembukaan dengan Doa
Acara dibuka dengan doa bersama yang dipimpin tetua adat, pemuka agama, atau orang tua bayi. Intinya adalah ungkapan syukur atas keselamatan anak dan harapan agar kehidupannya kelak senantiasa mendapat perlindungan.
3. Prosesi Turun Tanah
Bayi digendong oleh orang tua atau kakek-neneknya, lalu diayunkan atau diturunkan secara perlahan hingga kakinya menapak tanah untuk pertama kali. Inilah inti dari upacara, yang menjadi simbol lahirnya hubungan bayi dengan bumi.
4. Ritual Simbolis
Setelah kaki bayi menyentuh tanah, biasanya dilakukan simbol tambahan berupa penaburan bunga, taburan beras kuning, atau pemberian air suci. Semua ritual ini bermakna pembersihan dan perlindungan dari segala marabahaya.
5. Pengenalan Lingkungan
Bayi kadang diajak berjalan kecil melewati benda-benda simbolis seperti pensil, buku, uang, atau mainan untuk menggambarkan doa mengenai masa depan dan pilihan hidupnya.
6. Penutup dan Syukuran
Acara ditutup dengan makan bersama seluruh keluarga dan tamu undangan. Momen ini mengikat kebersamaan sekaligus mempererat hubungan sosial dalam komunitas.
Penutup
Dari persiapan, doa, hingga prosesi inti, seluruh rangkaian menunjukkan penghormatan kepada kehidupan dan tanah yang kita pijak.
Tradisi ini layak dipelihara, bukan hanya sebagai bentuk rasa syukur terhadap Tuhan, tetapi juga sebagai pengingat bahwa manusia hidup tidak terlepas dari alam, masyarakat, dan doa restu orang tua.